life


Maafkan Kami Evan….
March 19, 2011, 4:46 am
Filed under: Uncategorized

Stevanus Arnata, itulah nama seorang anak yang akrab dipanggil Evan. Ia merupakan seorang remaja yang bermata empat alias mengenakan kaca mata. Minus matanya tidak terlalu besar, namun hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi wali kelas untuk menempatkannya di depan agar mudah melihat papan tulis. Tubuhnya menjulang tinggi dan tidak terlalu gemuk, oleh karena itu julukan sebagai murid gemuk tak pernah melekat pada dirinya.

Evan duduk di bangku salah satu sekolah ternama di kota metropolitan ini. Kecerdasannya yang mengagumkan membuat begitu banyak guru bangga padanya, maka wajarlah bila ia menjadi murid kesayangan hampir setiap guru. Sekilas, kehidupan Evan terlihat normal seperti remaja pada umumnya, namun rasanya jarang ada yang mengetahui bahwa ia mengalami luka batin yang amat terdalam akibat perlakuan buruk yang ia terima.

Evan merupakan orang yang tidak terlalu pandai bergaul, tetapi ia mudah menerima siapa pun sehingga setiap teman tidak akan segan mendekatinya. Dari segudang sifat emasnya, Evan tentu saja manusia berdosa yang memiliki begitu banyak kekurangan. Siapa sangka bahwa anak yang begitu getol menuntut ilmu ternyata merupakan seorang mantan penipu ulung. Bagaimana tidak? Ia adalah tukang nyontek paling wahid di kelas-kelas terdahulu. Namun segalanya berubah ketika ia mengalami sebuah pertobatan yang membawanya berjalan di tempat yang benar, tapi kasar.

Sebenarnya apakah yang dirasakan oleh kebanyakan murid yang baru memasuki jenjang SMP? Mungkin beberapa murid masih menutup rapat mulutnya, karena belum memiliki rasa percaya diri. Atau mungkin ada segelintir yang merasa bahwa SMP merupakan surga dunia. Ya apapun itu, tetapi Evan tetap seorang pendatang baru di SMP terlebih ia masih kelas tujuh sehingga ia masih canggung. Pada bulan-bulan pertama, Evan tak ubahnya adik kelas yang tidak berani bertingkah mengingat kakak kelasnya begitu garang.

Evan yang culun itu ternyata masih menyimpan kebiasaan buruk semasa SD. Apakah itu? Tentu saja kebiasaan menyontek. Ini merupakan kebiasaan yang terdapat pada hampir seluruh peserta didik. Ujian demi ujian dilewati Evan dengan mudah berkat kebiasaan buruk itu. Nilai-nilai agung diperolehnya dengan jalan haram. Evan tentu tidak sendirian, karena beberapa teman dekatnya juga melakukan hal yang sama, bahkan mereka saling mendukung satu sama lain.

Waktu berlalu dengan cepat. Tidak terasa semester ganjil telah usai. Semuanya terasa biasa saja bagi Evan, kecuali nilai-nilainya yang begitu apik dan membahagiakan. Nilainya amat  baik dan mengundang berbagai pujian dari wali kelas. Namun, Evan sepertinya mulai gelisah. Ia merasa nilai-nilai tersebut didapat dengan cara yang tidak benar. Ia pun menjadi tidak tenang. Dengan demikian ia menancapkan tekad untuk tidak menyontek pada semester kedua dan berencana untuk berprestasi lebih baik.

Semester satu dengan cepat berlalu dan semester dua datang begitu saja. Adakah momen emas di sepanjang semester genap? Tentu banyak. Salah satu yang paling mencolok adalah ketika Evan jatuh hati pada seorang murid perempuan yang berparas cantik. Murid perempuan itu bernama Monita. Setiap hari Evan senantiasa memandangi Monita dari jarak yang cukup jauh, karena kebetulan Monita duduk di ujung kanan depan dan Evan berada di ujung kiri depan. Mungkinkah seorang Evan menyatakan cintanya pada Monita? Mungkin.. Kita lihat saja waktu-waktu ke depan.

Monita adalah salah satu murid berprestasi. Wajah anggunnya pun menarik banyak lelaki, termasuk beberapa kakak kelas yang mata keranjang. Namun, Monita ternyata bukan tipikal orang yang mudah jauh hati pada laki-laki. “Buatku pendidikan yang terutama. Ilmu pengetahuan dan kecerdasan patut diprioritaskan ketimbang para lelaki”, demikian tutur murid perempuan bertubuh kurus tersebut. Akan tetapi hal itu tidak lantas membuat Evan patah arang. Evan dengan setia menunggu hingga saat yang tepat untuk mencairkan hati Monita.

Fernand, Ammar, dan Ketty merupakan trio macan di kelas. Nama mereka begitu hangat di ruang guru. Ulah-ulah mereka membuat guru tidak pernah berhenti mengoceh. Mereka sendiri memiliki kedekatan yang cukup erat dengan Evan. Tak jarang Evan menjadi objek untuk mendapat nilai bagus alias sumber jawaban saat ulangan.

Wenita, Kevin, Christina, Christian, Robby, dan Harry adalah anak-anak dengan sejuta keunikan. Mereka sendiri tidak terlalu akrab dengan Evan, namun bukan berarti tidak ada komunikasi. Evan pernah bekerja sama dalam sebuah kelompok fisika bersama mereka dan berhasil menelurkan karya yang baik. Bermula dari keberhasilan itulah Evan mulai menjalin persahabatan dengan mereka.

Ruang kelas rasanya begitu sempit. Maka tak ada salahnya melangkah ke ruang tetangga dan menjalin hubungan baik dengan teman-teman di sebelah. Leonardo, Aaron, David, Samantha, Maria, Velicia, Josephine, Tumpal, dan Rita merupakan orang-orang yang cukup akrab dengan Evan. Hampir setiap hari mereka melakukan aktivitas bersama diwaktu istirahat. Kedekatan mereka dengan Evan dimulai dari seringnya mereka bertanya soal pelajaran pada Evan. Dengan ini, terlihatlah Evan sebagai seorang murid yang mampu berelasi dengan baik, sekalipun ia sendiri tak terlalu pandai bergaul.

Tahun pertama berakhir sudah. Evan menutup tahun pertamanya dengan menduduki peringkat kedua di bawah Ketty. Mungkin ini menjadi malapetaka tersendiri bagi Evan karena Ketty mengalahkannya dengan cara yang tidak halal, yakni menyontek. Evan sendiri sudah jauh dari kata menyontek sejak semester genap bergulir. Tak ayal, Evan menyimpan kekesalan tersendiri terhadap Ketty.

Semangat baru menyelimuti Evan menjelang tahun ajaran baru. Apalagi akan ada murid baru yang masuk dan ia ternyata mantan teman sekelas Evan sewaktu masih di bangku sekolah dasar. Murid baru itu sempat pindah sekolah karena suatu urusan dan akhirnya kembali. Murid baru tersebut ialah Dinda. Dinda adalah murid dengan kekuatan otak yang dashyat, bahkan ia sempat beberapa kali melampaui Evan ketika masih SD. Hal itu membuat Evan semakin bersemangat untuk menelurkan prestasi emas guna mengalahkan Dinda.

Kelas delapan satu merupakan ruangan yang cukup berdebu, tapi nyaman untuk ditempati. Evan sebagai salah satu penghuni kelas senantiasa merawat kelas dengan baik. Ibu Yohanna adalah wali kelas yang amat cerewet soal kebersihan kelas dan Evan merupakan salah satu murid yang tergerak untuk merawat kelas itu.

Tahun kedua sepertinya akan menjadi tahun penuh madu bagi Evan. Di tahun kedua inilah keberadaan Evan sebagai murid cerdas mulai populer di kalangan teman sebaya. Nilai-nilai yang tertera di atas kertas ulangannya selalu menjadi bahan pembicaraan segenap anggota kelas. Hampir setiap anak bertanya pada Evan bagaimana tips untuk meraih kesuksesan dalam ulangan. Evan menjawab dengan amat sederhana. “Kuncinya adalah belajar teratur”, ucap Evan ketika ditanyai oleh Leonardo dan Christina. Sebenarnya kebiasaan mendapat nilai bagus sudah terjadi sejak kelas tujuh, namun ketika itu belum banyak yang memerhatikan prestasi Evan, kecuali para guru yang mulai mengendus bakatnya.

Evan sangat menyesali kegagalannya untuk mengalahkan Dinda dalam perebutan juara satu di semester gassal. Ia pun mulai berandai-andai. “Ah seandainya kuraih nilai emas itu pada ujian kedua Biologi dan kugenggam angka 100 pada UAS Matematika mungkin aku sudah berada di tahta tertinggi”, gumam Evan di kamarnya. Kegagalan tetaplah kegagalan, tapi jangan salah sangka karena kegagalan itu ternyata berhasil memicu kemampuan Evan yang sesungguhnya untuk keluar.  Evan pun semakin gila buku. Matanya hanya terpaku pada catatan-catatan yang diberikan para guru. Monita mulai ditinggalkan, tapi bukan berarti hatinya tidak menyimpan perasaan pada perempuan manis itu.

Di saat rekan-rekannya sibuk mencari cara untuk memenuhi KKM dengan cara curang agar dapat naik kelas, maka Evan sibuk mengotak-atik buku olimpiade demi mempertajam kemampuannya. Pelajaran demi pelajaran ditaklukannya dengan amat mudah. Evan adalah satu dari sedikit murid yang tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran yang luar biasa sulitnya. Sebagai seorang peserta didik yang rajin, Evan hampir selalu mengulang pelajaran setiap hari. Bahkan seminggu menjelang ulangan umum ia sudah menguasai lima pelajaran atau nyaris setengah dari seluruh pelajaran yang akan diujikan. Hal ini tentu semakin mengukuhkan niatnya untuk menjadi yang terbaik. Benar saja, ia akhirnya berhasil melewati ujian akhir semester dengan begitu mulus. Nilai-nilainya yang setinggi langit membuat Ibu Yohanna semakin membanggakan Evan. Padahal, Ibu Yohanna sempat meragukan kapasitas Evan karena tak mampu menjawab soal-soal Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guru yang kini menjabat sebagai kepala sekolah itu harus menjilat ludahnya sendiri.

Saat yang begitu ditunggu-tunggu oleh Evan pun tiba. Apalagi jika bukan penerimaan raport. Beberapa hari menjelang penerimaan Evan nyaris bunuh diri karena merasa telah melakukan banyak kesalahan saat mengerjakan ujian. Tetapi ia tetap yakin akan kesuksesan yang tidak jauh darinya. Pada akhirnya gelar sebagai murid terbaik tahun itu jatuh pada dirinya. Ia menjadi yang terbaik di kelas sekaligus di angkatan. Perolehan nilainya bahkan mengalahkan Ketty yang berada di kelas delapan dua. Evan boleh bahagia akan keberhasilannya. Kerja kerasnya hari demi hari ternyata membuahkan hasil. Selamat Evan, anda telah memenangi pertarungan di arena yang sulit. Tapi jangan tersenyum terlalu cepat, karena engkau tak tahu bahwa malapetaka telah menunggu.

Biasanya murid-murid kelas sembilan akan semakin mempererat persahabatan di antara mereka. Maklum, tak lama lagi perpisahan akan terjadi. Menghindari konflik atau meminimalisirnya merupakan salah satu alternatif terbaik demi mempertahankan tali pertemanan. Evan engkau berjalan di jalan yang benar, tapi sayang… Hal itu ternyata menjadi akar dari retaknya hubunganmu dengan beberapa teman. Semuanya terjadi pada detik-detik menjelang ulangan umum semester ganjil. Evan bak anak kecil yang hobi mengadu. Kecurangan teman-temannya ia beritakan pada guru yang bersangkutan. Miss Rumonda yang kala itu menjadi wali kelas sembilan dua sebenarnya cukup terperanjat mendengar laporan dari Evan. “Bisa-bisanya mereka melakukan sesuatu yang akan membuat mereka semakin idot!”, teriak Miss Rumonda setelah mendengar laporan dari Evan.

Memanggil para tersangka merupakan langkah pertama yang diambil oleh Miss Rumonda. Ternyata apa yang dilaporkan Evan sungguh terbukti. Harry, Fernand, Jessy, Ammar, Wenita, Bryant, dan Maria adalah para tersangka yang akhirnya harus menerima kenyataan bahwa ujian mereka mendapat nol karena ulah sendiri. Mereka tak tinggal diam. Pencarian terhadap mata-mata ulung dilakukan. Evan sesungguhnya mata-mata kelas yang sulit diketahui, tapi kedekatannya dengan para guru membuatnya dicurigai. Malang benar nasibmu Van, ternyata ketika engkau sedang mengadu pada wali kelas ada dua iblis berjubah malaikat menguntitmu. Mereka adalah Kevin dan Renata. Kemudian tersiarlah kabar dari kedua orang itu bahwa mata-mata kelas adalah Evan. Kevin dan Renata memberitahukan apa yang dilakukan Evan pada warga kelas, bahkan Kevin menunjukan hasil rekaman di telepon genggam Renata. Dalam rekaman itu terekam dengan jelas ketika Evan sedang mengadukan para pecontek ulung itu pada guru.

Evan begitu terpojok. Ia diam seribu bahasa dan tak bergeming sedikit pun. Ia sadar bahwa tindakannya telah mendorong dirinya menuju lembah kekelaman, tapi ia harus tetap melapor karena menyontek bukanlah tindakan terpuji. Oh Evan yang malang, sepertinya engkau akan segera memulai masa pengucilanmu.

Segenap anggota kelas baik dari sembilan dua maupun sembilan satu dengan segera menjauhi dan memusuhi Evan. Hanya beberapa murid saja yang masih mau bersahabat dengannya. Begitu banyak teman yang mencela Evan sebagai backstabber. Nyaris 75% teman menjauhi Evan. Kejadian itu menjadi pelengkap penderitaan Evan dalam sebulan terakhir. Sebelumnya sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan telah terjadi. Apakah itu? Sulit untuk membeberkannya, tapi kalian perlu tahu. Masih ingat Monita yang sempat kehilangan tempat untuk dibahas dalam tulisan ini? Ya tulisan ini memang didominasi oleh Evan Evan dan Evan, karena ia memang tokoh utama. Namun, Monita si ratu cantik itu tak boleh dilupakan begitu saja. Pembaca tentu masih ingat bagaimana wajah Monita menjadi madu bagi para lelaki. Salah satu murid yang kepincut adalah Leonardo.

Leonardo tentu tahu cukup banyak hal mengenai Evan. Leo sendiri mengerti bahwa sobatnya itu sudah menaruh perhatian pada Monita sejak di bangku kelas tujuh. Tapi perasaan tak dapat dibohongi. Ia berusaha melangkahi Evan, tapi tak tega sebab Evan merupakan teman baiknya. Pada suatu sore, Leo menelpon Evan. Semula ia  bermaksud untuk menanyakan tugas praktik, tapi namanya anak muda yang suka membahas hal-hal di luar pelajaran, maka Leo pun menanyakan pertanyaan penting di luar urusan sekolah pada Evan. “Hei, kau masih menyimpan perasaan pada si bunga desa itu? Hahaha, jawablah dengan jujur wahai temanku tercinta. Aku tak akan mengganggu rencanamu untuk menggaetnya. Tenang saja”, kata Leo dengan tenang. Semula Evan menyangkal bahwa ia masih menyukai Monita, tetapi Leo terus berusaha untuk menguak misteri yang tertutup rapat itu. Akhirnya Leo pun mengaku bahwa dirinya sedang jatuh cinta pada Monita. “Setelah kujelaskan padamu mengenai perasaanku terhadap bidadari itu, kini giliranmu untuk membuka lebar-lebar isi hatimu. Kuharap engkau jujur padaku, wahai sobatku”, kata Leo setengah tertawa.

Evan kebingungan menghadapi keanehan teman baiknya itu dan balik bertanya. Ia bertanya mengapa Leo ingin mengetahui pujaan hatinya. Kemudian Leo mengungkapkan satu alasan logis, “Yah temanku. Aku tidak suka makan teman. Aku cinta perdamaian dan persahabatan. Seandainya ternyata kita menyukai bidadari yang sama, maka tak akan pernah kusentuh dirinya demi engkau. Aku tak akan menyatakan cintaku padanya dan memiliki dirinya. Percayalah…” Mendengar hal itu, Evan pun mengakui apa yang ia pendam. “Yah, kita sama ya. Monita memang indah bagai berlian. Aku ingin memilikinya, namun ternyata engkau juga begitu mendambakannya. Baiklah kalau begitu aku juga berjanji tak akan mengambilnya demi dirimu. Jadi kita sama-sama tak akan memilikinya. Setuju?”, balas Evan. Perjanjian di atas tali persahabatan itu terjadi pada akhir bulan Oktober.

Adakah makhluk lain di muka bumi ini yang mampu mengingkari janjinya selain manusia? Sejauh mata memandang, saya belum melihat ada makhluk lain selain manusia. Leo yang bermulut besar dan memulai perjanjian justru mengingkari terlebih dahulu. Tepat pada tanggal tiga November, segel perjanjian yang begitu sakral dibuka dengan begitu mudah oleh Leo. Entah seberapa hebat persiapan Leo, tapi yang pasti dengan segenap hatinya ia mengungkapkan perasaan yang sudah lama terpendam. Monita pun tak menolak cinta. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Selamat Leo kau berhasil menggapai cintamu. Sedih sekali Evan, kau melewatkan adegan itu, tapi tak masalah karena keesokan harinya engkau akan mengetahui kejadian itu.

Pagi yang cerah diperindah dengan kicauan burung-burung. Seperti biasa, Evan bersemangat menuju ruang kelas. Ketika hendak menaruh tasnya, sekilas ia mendengar kasak kusuk aneh. Ia melebarkan telinganya dan mendengarkan pembicaraan dua orang teman yang duduk dua meja di belakangnya. Mendadak jantungnya berdetak sangat cepat. Matanya meliar dan tangannya mengepal. “Tak mungkin! Mustahil perjanjian itu telah dilanggar”, kata Evan dalam hati. Ia segera bergegas keluar kelas. Dihampirinya seorang teman dan ia bertanya akan kebenaran yang baru saja ia dengar. Beruntung Evan tidak pingsan seketika, ia masih mampu menahan diri. Genaplah bencana itu.

Seharian Evan tak dapat berkonsentrasi dalam pelajaran. Ia pun memutuskan untuk menghubungi Leo pada sore harinya. Kira-kira pukul enam sore, ia mengirimkan pesan singkat melalui telepon genggamnya pada Leo. Evan mengutarakan kekecewaannya yang amat terdalam. Ia mengatakan bahwa dirinya menyesal bertemu dan berteman dengan Leo. Leo dengan segera meminta maaf, tapi sayang Evan menutup pintu maaf tersebut seketika dan untuk selamanya. Persahabatan mereka berhenti sampai di sini…. Demikianlah kasus mengerikan yang terjadi sebelum malapetaka soal pelaporan terhadap tersangka yang menyontek.

Semester dua rasanya datar-datar saja. Persiapan menuju UAN terasa biasa. Hari-hari Evan diisi dengan kemurungan. Ia merasa telah ditinggal oleh orang-orang terdekatnya. Banyak orang kehilangan kepercayaan sejak kasus pelaporan pada akhir November silam. Detik-detik menuju ujian dilalui dengan rasa gugup. Hampir seluruh peserta didik meragukan kemampuannya untuk mengerjakan soal-soal. Evan dengan giat berlatih setiap harinya seraya berharap lulus dengan nilai gemilang.

Ujian demi ujian dilalui dengan baik. Sekarang saatnya menunggu hasil. Evan sudah pasti lulus dengan nilai gemilang. Kemampuannya memecahkan soal-soal tak perlu diragukan. Selesai ujian berarti bebas. Ya kebebasan telah mengisi hari-hari para murid termasuk Evan. Untuk mengisi hari-hari yang kosong, maka Pak Sunarmad berencana menyelenggarakan pertandingan futsal. Ini jelas kesempatan terakhir bagi murid-murid kelas sembilan untuk bertanding mengingat tak lama lagi mereka akan meninggalkan bangku SMP. Pertandingan yang dimaksudkan untuk mengisi waktu kosong itu juga merupakan pertandingan perpisahan para murid kelas sembilan yang akan segera lulus.

Evan jelas terpilih menjadi salah satu wakil dari kelas yang akan turun ke lapangan. Kelas sembilan dua dikapteni oleh Rudolf. Rudolf adalah murid yang sangat tidak menyukai sekolah. Ia rajin mengunjungi warnet-warnet terdekat. Berbagai game menarik ia coba dan pelajaran demi pelajaran ditinggalnya begitu saja. Evan sering menjadi sasaran Rudolf dalam mengerjakan tugas. Evan dengan senang hati membatu Rudolf, karena ia mengerti bahwa Rudolf adalah satu dari sekian banyak murid yang memerlukan bantuan agar dapat mengerjakan soal. Rudolf bak teman yang setia bagi Evan, tapi siapa sangka bahwa status sebagai teman sejati hanya terjadi ketika Rudolf sedang membutuhkan bantuan dari Evan.

Mari kita lihat bukti bahwa Rudolf merupakan teman palsu yang berbuat baik ketika butuh, namun menyia-nyiakan sesama saat tidak sedang memerlukan bantuan. Pertandingan futsal berlangsung selama tiga hari. Akan ada banyak pertandingan untuk menemukan satu pemenang dari seluruh kelas. Setiap kelas sedikitnya akan bermain sebanyak tiga kali. Rudolf tentu menjanjikan kesempatan bagi Evan untuk menunjukkan kebolehannya di atas lapangan hijau. Menurut perjanjian, Evan akan turun pada  pertandingan kedua dan ketiga. Setelah pertandingan pertama usai, tiba-tiba Rudolf meminta Evan untuk menunggu hingga partai ketiga, karena ia masih ingin bermain. Partai ketiga akan digelar pada hari terakhir, yakni hari ketiga.

Pada hari terakhir kompetisi futsal dihelat, ada satu tim tidak hadir karena beberapa halangan. Kelas tersebut adalah kelas delapan satu. Padahal kelas delapan satu akan bertanding melawan kelas sembilan satu pada hari itu. Berdasarkan keputusan Pak Sunarmad, maka kelas sembilan satu akan menjadi lawan bagi kelas sembilan dua. Hal ini berarti kelas yang dipimpin oleh Rudolf akan bermain sebanyak empat kali. Tetapi pertadingan keempat itu tidak dihitung sebagai bagian dari kompetisi sehingga tidak menentukan pemenang, melainkan hanya pertandingan persahabatan biasa atau pertandingan penutup.

Rudolf dengan serakahnya mengubah perjanjian dengan Evan. “Evan, kau ikut pertandingan terakhir saja ya. Akan kuisi pertandingan ketiga ini dengan gol gemilang dari kaki kanan emasku. Ok!” kata Rudolf. Sontak Evan merasa sangat tersinggung dengan keputusan itu. Ia merasa sama sekali tidak dihargai karena hanya dimainkan di pertandingan yang sebenarnya tidak resmi, bahkan pertandingan itu dapat dikatakan sebagai hibah bagi kelas sembilan dua, karena lawan dari sembilan satu tidak hadir. Evan yang sudah mempersiapkan diri pun menepi ke tempat yang sedikit teduh di bawah pohon. Ia hanya bengong dan merasakan kekecewaan yang begitu besar. Tak ada menyangka bahwa seorang Evan akan mengalami bencana sedashyat itu. Rasanya jarang ada orang yang mampu bertahan di tengah-tengah badai seperti itu.

Di luar dugaan, tim yang dikomandani oleh Rudolf gagal mempertahankan supremasi dan akhirnya harus gagal. Rudolf kecewa dan akhirnya meninggalkan lapangan dengan wajah yang muram. Evan pun segera bergegas untuk masuk karena ia akan bermain dalam pertandingan terakhir yang merupakan hibah. Tepat pukul lima sore pertandingan usai. Semua pemain pulang ke rumah masing-masing dengan rasa bahagia karena memperoleh kepuasan dengan menendang si kulit bundar. Hanya Evan yang pulang dengan hati kosong tanpa kebahagiaan.

Rentetan masalah yang menimpanya semakin menguatkan niatnya untuk keluar dari angkatan dua belas. Ia memang sempat mengutarakan keinginannya pada salah seorang yang dekat dengannya. Saat itu ia mengatakan bahwa ketika sudah lulus kelak ia berjanji tak akan pernah mengingat angkatannya, bahkan ia akan melupakan orang-orang dalam angkatan tersebut. Keinginan itu lahir sejak pengucilan yang dilakukan oleh warga kelas pada November yang lalu. Evan memang sempat memendam keinginan itu, tapi keinginan tersebut kembali muncul ke permukaan setelah ia disia-siakan oleh keserakahan Rudolf.

Hari demi hari hanya diisi dengan berbagai penyesalan dan kemurungan. “Kenapa aku harus disia-siakan, harus dihianati, dan harus disingkirkan oleh orang-orang terdekatku? Mengapa banyak teman mencari aku dikala sedang butuh, tetapi mengabaikan aku saat aku tidak diperlukan?”, gumam Evan. Tiba-tiba ia teringat dengan celaan yang pernah dilontarkan Ketty padanya saat berada di dalam kelas. Ketty mengatakan bahwa Evan bukanlah anak gaul karena ia adalah orang rumahan, itu kenapa Ketty berteriak histeris dan terperanjat ketika mendengar bahwa Evan pernah jalan-jalan menikmati suasana di Sency. Evan jelas tersinggung dengan pernyataan itu, belum lagi Ketty pernah berusaha mencuri jawaban ulangannya ketika ia sedang lengah. Untunglah Evan menyadari hal itu sehingga Ketty gagal menyonteknya. Kejadian itu terjadi di kelas sembilan. Ia juga teringat dengan kejadian ketika Dinda pernah mengolok-oloknya sebagai anak autis, padahal saat itu Dinda sedang menumpang mobil milik Evan. Belum lagi perlakuan buruk yang diterima Evan dari Dinda sesampainya di tempat tujuan.

Hari pengumuman kelulusan pun tiba. Sekali lagi segenap warga sekolah melihat kehebatan Evan menaklukan soal-soal. Piala pertanda juara umum digenggamnya. Pada hari yang sama ia memutuskan bahwa hubungannya dengan angkatan dua belas berhenti sampai di sini. Ia menyatakan diri keluar dari angkatan dan menganggap beberapa orang yang menyakitinya sebagai orang tak dikenal. Tetapi ia masih menganggap orang yang baik sebagai teman, salah satunya adalah Robby. Ia pun mengucapkan salam perpisahan pada Robby. “Selamat tinggal kawan, kau tak akan pernah lagi melihat aku sebagai bagian dari angkatan ini, karena mulai detik ini kucabut namaku. Aku sudah lelah menjadi bagian dari mereka yang membuang aku. Terima kasih atas kesetianmu yang tak pernah padam. Kau akan tetap menjadi teman sejatiku hingga matahari padam di hari kiamat kelak” kata Evan perlahan. Robby semula tak mengerti, namun pada akhirnya ia memahami hal itu. Ia hanya membalas, “Keputusanmu diluar kendaliku. Terima kasih atas apresiasimu. Mungkin kau tidak akan lagi menganggap angkatan dua belas sebagai bagian dari perjalanan hidupmu. Kau akan membuang jauh-jauh angkatan ini dari hidupmu. Kau akan menganggap angkatan ini lewat begitu saja. Tapi kumohon, jangan buang aku. Jadikan aku sebagai bagian dari perjalanan hidupmu. Jangan buang aku. Hmm, bolehkah aku bertanya, mengapa kau memutuskan hubugan dengan angkatan ini. Dengan demikian seandainya suatu saat nanti diselenggarakan reuni, maka kau tak akan hadir bukan? Ketika kau menerima undangan untuk hadir kau pasti akan menjawab bahwa engkau bukan bagian dari angkatan dua belas sehingga kau tak akan datang. Tolong jelaskan padaku.”

Evan pun mulai berkata-kata kembali, “Ya. Jadi begini kawan. Untuk apa aku berada di dalam angkatan ini, namun ada sekelompok orang menyia-nyiakan diriku, membuang aku jauh-jauh, menghianati aku, dan menjalin hubungan denganku hanya untuk memanfaatkan kelebihan diriku lalu pergi ketika sudah tak butuh. Lebih baik aku keluar bukan.” Robby hanya terdiam dan memberikan tangannya. Mereka berdua pun bersalaman dan pergi. Evan sendiri juga mengucapkan salam perpisahan pada beberapa teman lain yang masih setia menemaninya. Mereka adalah orang-orang yang tidak terlalu dekat dengan Evan ketika masih kelas tujuh dan delapan, namun mulai menjalin hubungan baik ketika sama-sama duduk di kelas sembilan. Mereka adalah Tina, Maudy, Julian, Handi, Julio, Thomas, dan Alva.

Bumi ternyata berputar dengan cepat. Hal itu berlangsung tanpa kita sadari. Tak terasa, delapan tahun lewat begitu saja seperti ditiup angin. Suatu hari ketika sedang menikmati suasana Sturbucks, Evan bertemu dengan Rudolf. Evan sengaja berpura-pura tak mengenali Rudolf. Rudolf tentu masih punya ingatan akan wajah mantan teman yang ia manfaatkan habis-habisan itu. Rudolf segera menyapa Evan, “Hai ternyata kau masih sama seperti dulu. Bagaimana kabarmu van?” Tahukah anda apa jawaban Evan menanggapi Rudolf? “Maaf! Anda siapa ya? Saya tidak familiar dengan wajah anda. Bahkan saya tidak pernah merasa mengenal anda”, sahut Evan dengan nada yang sangat arogan. Rudolf tersinggung dan berkata, “Sombong sekali kau! Aku tahu, kau memang murid unggulan di angkatan kita, angkatan sebellllas eh salah maksudku dua belas. Tapi bukan begitu caranya dikau memperlakukan kawanmu ini!” Evan membalas dengan nada yang rendah, “Maaf, aku tidak pernah merasa menjadi bagian dari angkatan yang kau sebut-sebut itu. Lagipula apa itu angkatan dua belas. Aku tidak pernah merasa angkatan itu hidup di dalam sejarah hidupku. Permisi, tempat ini sudah tak nyaman bagiku. Lagipula siapakah gerangan? Mengapa bisa tahu namaku? Sekali lagi aku tak kenal, permisi.” Evan pun pergi meninggalkan Rudolf. Rudolf hanya memandangi Evan dengan penuh tanda tanya.

Ternyata bukan hanya Rudolf yang menerima perlakuan seperti itu, karena ternyata orang-orang masa lalu yang pernah melukai Evan juga mendapatkan perlakuan yang sama dari Evan. Evan tak menghiraukan orang-orang yang mengejeknya sebagai manusia sombong karena melupakan teman-temannya, bahkan angkatannya sendiri.

Ketty adalah orang yang paling mencintai angkatan dua belas. Ia juga satu-satunya orang yang pernah merencanakan adanya reuni setelah lulus. Demi merealisasikan rencana itu, ia sudah menghubungi beberapa teman. Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengadakan reuni di PIM. Kartu undangan berhiaskan bunga disebar ke seluruh anggota angkatan dua belas. Evan yang melihat undangan itu melalui email langsung menghapusnya begitu saja tanpa memberi konfirmasi apakah ia akan hadir atau tidak.

Di sore yang indah, matahari mengucapkan selamat tinggal pada bumi Indonesia. Wajahnya perlahan-lahan turun seperti ditelan lautan. Tiba-tiba telepon genggam Evan bergetar. Ternyata ada pesan masuk. Evan yang berada tidak jauh dari barang elektroniknya itu segera membuka pesan yang masuk. Ternyata itu adalah sms dari Dinda. Dinda diminta oleh Ketty untuk menghubungi Evan berkenaan dengan reuni yang akan diadakan minggu depan. Dinda meminta konfirmasi apakah Evan akan hadir atau tidak. Evan dengan singkat menjawab bahwa ia bukanlah bagian dari angatan dua belas itu. Dinda terkejut menerima balasan pesan yang berbunyi demikian dan langsung menelepon Evan. Ternyata jawaban Evan tetaplah sama. “Aku bukanlah bagian dari angkatan itu. Aku sendiri sama sekali tidak pernah mengerti seperti apakah angkatan dua belas. Itu bukan angkatanku”, berulangkali Evan mengucapkan kalimat itu.

Masalah mengenai Evan dibahas pada saat reuni. Semua orang yang hadir menjuluki Evan sebagai raja pelajaran yang sombong. Tiba-tiba Robby yang berubah menjadi tambun semenjak lulus SMP langsung membentak orang-orang yang mencap Evan sebagai manusia sombong. “Kalian tahu mengapa Evan bersikap demikian! Ini semua adalah buah dari perlakuan kalian pada Evan delapan tahun silam”, bentak Robby. Tina, Maudy, Julian, Handi, Julio, Thomas, dan Alva juga mengucapkan kalimat yang serupa dengan Robby. Akhirnya semua orang sadar akan kesalahan mereka. Leonard adalah orang yang paling menyesali perbuatannya. “Oke, aku akan segera minta maaf padanya. Jika perlu hari ini juga. Aku telah menghianati orang yang begitu menghargai aku. Celakalah aku” sesal Leo.

Semua orang pun meminta maaf pada Evan. Sebagian mengontaknya melalui dunia maya, tetapi sebagian menghubunginya lewat telepon. Para pembaca sekalian, mungkin kalian mengira bahwa akhir dari cerita ini ditutup dengan rekonsiliasi. Sayang sekali bagi yang mengira bahwa hal itu terjadi. Inilah jawaban Evan pada semua teman-teman masa lalunya, “Permintaan maaf kalian sudah terlambat. Permintaan maaf kalian sama sekali tak dapat mengubah sejarah kelam yang kalian tinggalkan dalam hidupku. Bumi telah berputar dengan cepat. Setelah delapan tahun, akhirnya kalian menyadarinya. Namun sekali lagi kutegaskan, semuanya sudah terlambat. Sejarah sudah tercetak dan tak mungkin dihapuskan. Mungkin suatu saat nanti aku harus pergi dari dunia ini, tapi bukan berarti sejarah hidupku lenyap begitu saja. Terima kasih karena kalian telah menghancurkan aku. Aku tidak mengenal kalian lagi.”



ADEUS, O FENOMENO
February 20, 2011, 2:46 pm
Filed under: Uncategorized

Ada sebuah perasaan sedih yang amat mendalam ketika saya membaca judul salah satu artikel dalam Koran Bola edisi Jumat, 18 Februari 2011. Adeus, O Fenomeno, demikian judul yang tertera di atas sebuah artikel singkat mengenai pensiunnya mantan pesepakbola terbaik, Ronaldo.

Dengan pensiunnya sang fenomenal, kita tidak akan pernah lagi melihatnya menari di atas lapangan dengan kostum nomor sembilan. Lebih dari itu, kita juga tidak akan pernah lagi menyaksikan gol-gol indah berkat kemahirannya memainkan si kulit bundar. Kepergian seorang Ronaldo dari lapangan untuk selamanya mungkin menjadi kebahagian tersendiri bagi orang-orang yang sudah bosan dengan prestasi buruknya akhir-akhir ini. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pendukung sejatinya yang selalu mengikuti di mana pun ia bertanding.

Prestasi pemain kelahiran Bento Riberio tersebut hanya akan menjadi bagian kecil dalam sejarah sepak bola. Generasi baru akan lahir dan yang lama akan gugur. Lahirnya bintang-bintang muda macam Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, atau Alexandre Pato akan menggantikan bintang-bintang lama yang sudah uzur.

Nama Ronaldo sendiri mulai mencuat di akhir tahun 90an seiring dengan prestasinya di atas lapangan hijau. Tak ayal, semua mata pun tertuju pada pemain bernama lengkap Ronaldo Luiz Nazario de Lima tersebut. Ketika itu, Ronaldo merupakan seorang anak muda yang sedang membangun karirnya. Ia berhasil melesakkan gol-gol gemilang yang mendongkrak prestasi klub tempat ia bermain. Namanya juga tidak pernah absen dalam daftar calon MVP. Salah satu masa paling gemilang dalam karirnya adalah saat gelar MVP jatuh ke tangannya dua tahun berturut-turut sebelum ia jatuh ke dalam masa kelam untuk beberapa saat.

Tahun 1996 merupakan saat pertama bagi Ronaldo untuk berdiri di atas podium dan menerima anugerah FIFA MVP awards. Gelar yang sama ia peroleh pada tahun berikutnya. Berakar dari pencapaian emas itu, Ronaldo digadang-gadang akan menjadi aktor tunggal Brazil untuk mempertahankan gelar juara di Piala Dunia. Namun siapa sangka, Brazil dibungkam oleh tiga gol tanpa balas dan harus menyerah di tangan Prancis. Dua gol Zinedine Zidane seolah merobek keagungan Ronaldo yang tampil di bawah standar akibat penyakit aneh. Brazil pulang dengan tangan hampa dan Ronaldo gagal mewujudkan ekspektasi tinggi dari para penggemarnya.

Tidak lama setelah kegagalan di Piala Dunia, pemain yang biasa disapa Ronnie itu harus kembali menelan pil pahit. Kali ini tidak main-main, cedera lutut parah nyaris menghancurkan karirnya. Patut diketahui bahwa cedera lutut adalah salah satu cedera yang paling ditakuti karena berpotensi menyebabkan pemain pensiun dini. Ruang perawatan dan rehabilitasi pun menjadi rumah kedua bagi Sang Fenomena. Hal ini merupakan fakta yang amat menyakitkan terutama bagi bintang muda yang sedang naik daun.

Menjelang Piala Dunia 2002, Ronaldo memperoleh kesembuhan dan hal ini jelas membuka peluangnya untuk kembali membela Brazil di ajang Piala Dunia. Brazil bukanlah favorit di Piala Dunia 2002, tapi mereka pulang dengan piala. Siapakah kunci di balik keberhasilan tim samba? Ronaldo merupakan salah satu kunci utama. Delapan golnya sepanjang kompetisi jelas menolong Brazil untuk menggondol piala. Bukan hanya itu, dua gol Ronaldo di partai final telah mengembalikan keagungannya sebagai bintang muda yang berprestasi. Berbekal kesuksesan di ajang empat tahunan itu, Ronaldo kembali masuk dalam daftar calon MVP. Akhirnya, Ronaldo kembali menjadi yang terbaik dan berhasil merontokan komentar-komentar miring yang meragukan ketajamannya.

Tetapi, siapa sangka bahwa gelar di tahun 2002 ternyata menjadi gelar terakhir Ronaldo hingga detik ini. Sejak saat itu, ia tidak pernah menjadi pemain terbaik dunia lagi. Masa suramnya dimulai menjelang Piala Dunia 2006 hingga di akhir karirnya. Masalah utamanya terletak pada postur tubuh yang tidak ideal dan cedera yang mengganggu performanya. Cedera parah terakhir yang menghancurkan Ronnie adalah cedera lutut kiri yang dideritanya pada Februari 2008. Cedera itu memaksanya beristirahat dalam waktu lama dan membuat ukuran lingkar pinggangnya bertambah.

Corinthians menjadi tempat pelabuhan terakhir Ronaldo. Penampilan apiknya memang sempat menolong prestasi klub Brazil tersebut. Tapi lagi-lagi cedera mengganggu. Ronaldo pun menyatakan diri pensiun sebagai pemain pada jumpa pers, Senin 14 Februari yang lalu. Kondisi tubuh yang tidak fit beserta sejumlah cedera memaksanya untuk gantung sepatu. “Saya ingin lanjut terus tapi saya tak bisa. Saya berpikir untuk membuat permainan tapi saya tak bisa melaksanakannya. Waktunya sudah habis,” sahut Ronaldo pada media Brasil. Ronaldo sendiri menderita hypothyroidism yang mengakibatkan dirinya kekurangan hormon sehingga memperlambat metabolisme tubuhnya.

Prestasi hebat Ronaldo di lapangan merupakan contoh besar bagi para pemain muda. Prestasi itu tidak hanya berangkat dari bakat alam yang dimiliki Ronaldo, melainkan tekadnya untuk bangkit. Semoga sukses Il Phenomenon. Prestasi emasmu akan tetap harum dalam sejarah.



VEGETARIAN HARUS MENELAN DAGING
January 26, 2011, 12:49 pm
Filed under: Uncategorized

Sebuah judul yang mungkin cukup kontroversial. Bagaimana mungkin seorang vegetarian mengkonsumsi daging sapi, daging babi atau daging-daging lainnya? Makanan berbau daging sangat dihindari oleh hampir bahkan seluruh vegetarian di muka bumi. Satu-satunya produk hewani yang paling mungkin untuk dikonsumsi seorang vegetarian umumnya adalah telur, itu pun tidak semua vegetarian melakukannya.

Menjadi seorang vegetarian memang baik. Hal tersebut dikarenakan lemak nabati bukanlah lemak jenuh yang berbahaya bagi kesehatan. Lemak jenuh adalah lemak yang rantai Hidrokarbonnya mempunyai atom H maksimal. Maka itu, jikalau kita terlalu banyak mengkonsumsi lemak jenuh akan berbahaya bagi kesehatan, karena atom H hasil metabolisme tubuh tidak dapat diikat lagi yang disebabkan oleh rantai atom H dari lemak jenuh sudah maksimal sehingga atom H bebas yang menumpuk dapat menyebabkan kanker.

Namun jangan lupakan bahwa zat-zat makanan bukan hanya lemak saja, melainkan masih ada protein dan karbohidrat. Kita mengetahui bahwa protein tersusun atas berbagai macam asam amino. Secara keseluruhan, terdapat 20 jenis asam amino. Asam amino esensial atau yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh berjumlah 8, yakni isoleusin, leusin, lisin, valin, triptofan, metionin, treonin, dan fenilalanin. Sedangkan, asam amino non esensial atau yang dapat disintesis oleh tubuh berjumlah 12.  Permasalahannya adalah makanan yang mengandung asam amino lengkap (20) justru berasal dari produk hewani, seperti daging. Protein nabati tidak memiliki semua asam amino. Itu kenapa protein hewani sering disebut protein kelas satu dan protein nabati dikategorikan protein kelas dua.

Salah satu alasan yang timbul sehingga seseorang menjadi vegetarian adalah adanya rasa kasihan terhadap binatang yang dibunuh, kemudian dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Bagi saya, tumbuhan pun makhluk hidup hanya saja ia tidak dapat bersuara sehingga ketika kita memotongnya tak akan pernah terdengar teriakan pertanda sakit. Alasan lain tentu saja karena lemak hewani merupakan lemak jenuh.

Konsumsilah segala sesuatu yang telah dipersiapkan Tuhan bagi kita di dunia ini. Asalkan dapat mengatur diri dengan baik, penyakit-penyakit karena makanan rasanya akan jauh dari kita. Biar bagaimanapun, kita perlu mengkonsumsi daging untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap hari. Yang perlu dibuang bukan dagingnya, melainkan nafsu untuk makan daging berlebihan!

 



DUNIA SEPAK BOLA TIDAK HANYA MENGENAL BAKAT ALAM
January 15, 2011, 3:34 am
Filed under: Uncategorized

Rasanya bukan sebuah kejutan ketika Milan mengumumkan harga jual Ronaldinho  hanya sebesar 8 juta euro untuk setiap klub yang berminat meminangnya. Sesungguhnya pemain besar yang menjadi salah satu ikon sepak bola seharusnya memiliki harga jual lima sampai sepuluh kali lipat dari nilai yang diumumkan klub asal kota mode tersebut. Bukankah harga 8 juta euro terlalu murah bagi seorang Ronaldinho mengingat ia adalah pemain dengan kemampuan olah bola superior?

Ronaldinho bukanlah pemain bintang pertama yang dijual dengan harga murah, karena sekitar tiga tahun lalu mantan kompatriotnya di timnas, Ronaldo Luiz juga mengalami hal serupa. Ketika itu Ronaldo mulai tersisihkan dari skuad utama Real Madrid dan akhirnya dijual dengan harga sekitar 7,5 juta euro pada AC Milan. Nilai sekecil itu rasanya tidak pantas mengingat Ronaldo adalah satu dari dua pemain dengan gelar MVP terbanyak hingga saat ini.

Beberapa tahun lalu, ketika masih berkostum Barcelona, AC Milan mengalami kendala untuk memboyong Ronaldinho ke San Siro. Tentu saja karena harga yang dipatok EL Barca pada awalnya terlalu tinggi, yaitu berada di kisaran 40 juta euro. Pada akhirnya AC Milan berhasil membawa pemain kelahiran Porto Alegre tersebut dengan nilai transfer 21 juta euro setelah melalui proses negosiasi yang cukup alot. Tetapi sekarang Milan hanya mematok 20% dari harga awal Ronaldinho ketika mereka hendak membelinya. Penurunan harga yang signifikan sangat nampak di sini.

Mengapa mega bintang sekaliber Ronaldo yang hebat dalam urusan gol atau Ronaldinho yang begitu diagungkan seluruh penggemar sepak bola karena kelincahan kakinya memiliki harga jual rendah? Keduanya adalah pemain Brazil yang tidak dapat diragukan. Kemampuan keduanya dalam mengobrak-abrik dan menggetarkan jala kiper pun sangat diakui. Tetapi keduanya harus menerima kenyataan bahwa harga mereka jauh di bawah bakat alam mereka.

Harga jual pemain tentu saja menyangkut kondisinya saat itu. Ketika performanya labil dan di bawah standar, maka ia pun akan dinilai rendah begitu juga sebaliknya. Baik Ronaldo maupun Ronaldinho sama-sama memasuki masa penurunan. Penurunan kualitas dari Dinho sendiri sebenarnya sudah mulai tercium sejak Piala Dunia 2006 di mana waktu itu ia diramalkan akan menjadi bintang tunggal Brazil dalam mempertahankan mahkota emas, tetapi fakta berbicara lain. Ronaldinho yang begitu diharapkan justru tampil buruk dan Brazil dihancurkan oleh tim Ayam Jantan.

Dalam urusan bakat, Ronaldinho dan Ronaldo tentu saja tidak perlu diragukan, tetapi untuk soal konsistensi maupun pola hidup itu lain urusannya. Kehidupan malam yang buruk tentu sangat menghancurkan citra seorang Dinho sebagai penghibur penonton di lapangan. Konsistensinya di lapangan juga dipertanyakan. Begitu juga dengan Ronaldo, pola hidupnya sebagai seorang atlet yang buruk membuat ukuran pinggangnya melebar sehingga ia kehilangan kecepatan mautnya di lapangan ditambah lagi cedera yang kerap menghantuinya.

Ada begitu banyak pemain berbakat, tetapi hanya segelintir yang mampu meraup sukses hingga akhir. Semuanya tergantung dari konsistensi dan pola hidup sebagai seorang atlet. Dunia sepak bola tidak hanya mengenal bakat alam. Berbakat saja tidak cukup. Hal ini harus menjadi pelajaran bagi pemain muda yang akan memasuki panggung persepakbolaan dunia.

Kegagalan Dinho dan Ronnie untuk mempertahankan konsistensi harus dihindari oleh pemain-pemain muda yang sungguh ingin sukses. Pola hidup yang wajar sebagai seorang atlet pun harus dimiliki setiap pemain muda. Bukannya malah dugem hingga menjelang pagi ketika akan bertanding. Hal tersebut akan memperburuk kondisi fisik yang berakibat pada minornya penampilan  di atas lapangan, belum lagi sangsi dari pelatih karena tindakan indispliner itu.

 

 



SATU UNTUK SELAMANYA, MANIS HINGGA MATI
November 16, 2010, 11:40 am
Filed under: kehidupan sosial

Ada begitu banyak hal yang sangat indah di dunia ini, salah satunya adalah pernikahan. Ini sama sekali tak dapat terbantahkan. Melihat bagaimana kedua mempelai menikmati indahnya cinta bak melihat dua permata yang menjadi satu. Lelaki yang begitu tampan meninggalkan rumahnya untuk bersatu dengan wanita berparas indah di sebuah kediaman penuh cinta.

Di rumah baru dibentuklah kehidupan indah yang terlihat tanpa cela. Namun siapa tahu, hanya dengan setitik masalah masa depan rumah tangga pun harus sampai di ujung tanduk. Laki-laki murahan yang hobi menyeleweng atau pun wanita mata duitan umumnya adalah pangkal dari perceraian. Tapi mengapa pernikahan keduanya dapat terjadi, walaupun pada akhirnya hanya menelurkan kebusukan?

Usia pernikahan yang hanya seumur jagung telah merontokan harapan banyak orang atas kedua mempelai di hari pernikahan agar mereka dapat sehidup semati. Angin topan memang sangat suka mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga, tapi jika pasangan tersebut memiliki mental kuat dan prinsip kebersamaan hingga akhir hayat, saya rasa perceraian akan menjadi sesuatu yang agak mustahil. Masalahnya adalah terkadang cinta di antara keduanya tidak berlandaskan ketulusan. Zaman sekarang begitu banyak lelaki yang mengatakan bahwa ia sedang jatuh cinta, padahal hanya tertarik pada postur tubuh si mawar merah. Kemudian, banyak pula wanita-wanita pecinta harta yang mendekati seorang pengusaha kaya hanya untuk menguras kantongnya. Saya yakin, jika salah satu dari kedua mempelai adalah tipikal yang demikian, maka usia pernikahan tidak akan lama.

Sebenarnya apakah cinta itu? Saya berpendapat bahwa cinta adalah perasaan untuk memiliki dengan maksud dapat melengkapi, memperindah, dan merawat. Jangan katakan bahwa anda mencintai seseorang lantas menikahinya jika ingin harta atau kepuasan sementara. Kehidupan sosial zaman ini cukup banyak dicemari dengan permasalahan rumah tangga karena pasangan yang berumur tua, tapi mental seperti anak kecil.

Anak-anak muda sekarang banyak yang ingin cepat menikah dan memiliki pasangan, tetapi malas berpikir panjang untuk mempersiapkan rumah tangga. Semuanya berlandaskan pada konsep bahwa “yang penting hati senang.” Banyak anak-anak muda sekarang mentalnya masih bau kencur, tapi sudah merencanakan pesta nikah tanpa memikirkan nasib rumah tangga kelak. Tak ayal, perceraian pun seolah tidak pernah absen setiap detik.

Laki-laki dan wanita yang menikah harus menjadi satu untuk selamanya dan cinta di antara mereka harus tetap manis hingga mati. Apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Hendaknya setiap pasangan dapat lebih bersikap dewasa dalam mengarungi hidup yang penuh rintangan ini dan jangan menjadikan perceraian sebagai obat penyembuh masalah.



KEADILAN TIDAK SEPANTASNYA DIBELI !
September 24, 2010, 5:07 pm
Filed under: Uncategorized

Di dunia ini banyak tangan-tangan kotor bekerja siang malam tanpa henti. Tangan-tangan itu telah merusak banyak aspek dalam kehidupan.  Mungkin kita sudah cukup familiar dengan tangan-tangan kotor di pemerintahan yang telah merusak ketentraman negara. Bagaimana dengan kejadian memalukan di dunia persepakbolaan akibat tangan-tangan yang membawa segepok uang untuk membeli keadilan?

Peristiwa empat tahun lalu tentu tidak akan hilang begitu saja dari ingatan para pecinta sepak bola. Calciopoli, ya itulah salah satu peristiwa memalukan di abad ke 21 ini yang telah mencoreng muka Italia di dunia persepakbolaan internasional. Mungkin sulit membayangkan ketika negara sepak bola sekaliber Italia justru merupakan gudang dari para pencuri hasil pertandingan. Namun apa boleh buat? Demi merealisasikan target pribadi, jalan paling kotor di dunia pun tak jadi masalah.

Skandal pengaturan skor atau dikenal dengan Calciopoli merupakan buah dari keinginan untuk sukses dengan jalan pintas yang dilakukan oleh klub-klub raksasa Italia. Juventus, AC Milan, Lazio, dan Fiorentina adalah klub besar yang menjadi akar dari kejadian memalukan tersebut. Keempat klub itu tentu saja tidak asing bagi penggemar Serie A, karena keempatnya adalah langganan papan atas klasmen selain AS Roma dan Inter Milan.

Banyak orang mungkin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat klub-klub besar dapat melakukan perbuatan kotor semacam itu. Tak sepantasnya permasalahan itu datang dari mereka. Mereka yang seharusnya menjadi simbol dari keperkasaan Italia di mata klub-klub Eropa lain, malah mencoreng negeri sendiri. Lain halnya dengan Reggina yang juga salah satu aktor penghancur Italia di mata dunia. Reggina hanya klub semenjana yang secara kualitas jauh dari keempat klub itu. Reggina sendiri tidak memiliki pengaruh yang signifikan di Eropa karena mereka memang tidak menjadi kontestan UEFA Champions League atau UEFA CUP (sekarang Europa League). Sehingga nama besar Italia di Eropa tidak ditentukan oleh Reggina, melainkan empat raja Serie A itu, terutama AC Milan dan Juventus. Dengan demikian, absennya Juventus dari pertandingan internasional akibat hukuman membuat daya saing Italia di Eropa menurun karena posisi Juventus hanya diisi oleh klub papan tengah macam Chievo yang kala itu mendapat hibah dari kasus Calciopoli sehingga melonjak ke peringkat empat.

Beruntunglah Italia karena di penghujung musim noda mereka dibasuh oleh kesuksesan AC Milan memboyong Piala Champions ke San Siro setelah menekuk Liverpool pada final di Athena. Kesuksesan AC Milan adalah pelengkap karena setahun sebelumnya trofi Piala Dunia juga turut membersihkan noda negeri Pizza itu. Tapi biar bagaimana pun, peristiwa tersebut tetaplah masuk dalam sejarah sepak bola dunia. Sejarah yang berisi tentang masa kelam Italia karena skandal pengaturan skor.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Empat tahun telah berlalu dan sekarang Italia mulai membangun diri dengan klub-klubnya yang terus berusaha untuk menjadi yang terbaik di Eropa guna mendongkrak nama negara. Aktor-aktor di balik skandal itu pun telah menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang mereka perbuat. Luciano Moggi yang adalah aktor utama di balik calciopoli, telah dinonaktifkan dari dunia olah raga. Mantan direktur umum Juventus tersebut telah memberikan masa paling kelam, sekaligus memberikan Juventus pengalaman pertama mencicipi kentalnya persaingan di kasta kedua Italia Serie B sebagai hukuman. Tapi sekali lagi, itu telah berlalu dan Juventus telah kembali ke level teratas demi bersaing dengan lawan-lawannya untuk merengkuh trofi di akhir musim.

Sudah saatnya kita belajar dari kesalahan masa lalu. Dari kejadian tersebut kita dapat belajar bahwa keadilan di atas lapangan tak boleh dibeli. Uang memang memiliki kekuatan yang cukup dasyat di muka bumi, tetapi semangat untuk menjunjung tinggi sportivitas dan kejujuran harus lebih dasyat. Apa yang telah terjadi memang tak mungkin dapat dihapus. Peristiwa memalukan itu telah masuk ke dalam buku harian sepak bola dan akan terus dibaca oleh generasi-generasi mendatang. Yang terpenting adalah tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sudah saatnya untuk berbenah demi mencegah terulangnya kejadian langka yang memalukan itu.

Mencapai kesuksesan dengan jalan pintas memang terasa menyenangkan, walaupun resikonya besar. Tapi perlu diingat, bahwa keadilan harus digalakkan dan bukan untuk dibeli. Uang terlalu murah untuk membeli sebuah keadilan di atas lapangan hijau tempat para pemain mencari nafkah. Sportivitas adalah kunci utama nama besar. Jikalau tidak ditegakkan, siap-siaplah terpuruk. Karena pada akhirnya, uang yang dapat digunakan untuk membayar para wasit dan ofisial pertandingan lainnya, tidak dapat menghapus dosa. Jangan sekali-kali membeli keadilan di atas lapangan…



PERMAINAN MENAWAN SI NOMOR 9 YANG MEREBUT HATI
July 10, 2010, 5:58 am
Filed under: Uncategorized

Piala Dunia 2010 telah mendekati akhir. Dua negara yang akan berlaga di final sudah ditentukan berdasarkan hasil yang diperoleh. Membahas Piala Dunia yang sekarang tentu tak akan sedap jika tak menyertakan kisah-kisah unik dan menarik dari turnamen-turnamen Piala Dunia sebelumnya. Jika 2006 adalah tahunnya Italia, lantas siapa yang akan menjadi raja di tahun 2010? Piala Dunia selalu meninggalkan kisah unik tersendiri. Dari awal terselenggaranya turnamen paling wahid sedunia ini semua sudah mengacungkan jempol karena terhibur dengan bintang-bintang baru yang lahir di setiap turnamen.

Tahun ini, saya menjagokan Bastian dari Jerman untuk menjadi raja di kompetisi 4 tahunan tersebut. Walaupun tidak berhasil membawa negaranya melangkah ke final, namun goyang pinggulnya untuk menghancurkan pertahanan lawan patut diberi acungan jempol. Jika tidak Bastian maka Villa adalah alternatif terbaik. Mengapa? Tentu berdasarkan jumlah gol selama kompetisi. Untuk tahun ini, saya tidak begitu memerhatikan dengan detil seperti di Piala Dunia sebelumnya di mana ketika itu saya masih sangat aktif menjadi pemerhati sepak bola dan ingin menjadi pemain. Lalu bagaimana sejarah saya yang sebelumnya adalah anti dengan olah raga  nomor 1 dunia ini justru bisa jatuh hati?

Kuncinya ada pada 8 tahun yang lalu. Ketika itu usia saya sendiri pun masih bau kencur, alias 8 tahun. Saya tentu belum mengerti apa-apa tentang dunia sepak bola mengingat ketika itu saya tidak dibesarkan di dalam lingkungan yang mencintai sepak bola. Bahkan saya adalah pelopor sepak bola di keluarga saya. Ketika itu saya sedang berada di luar kota untuk menikmati liburan kenaikan kelas. Kebetulan Piala Dunia sedang berlangsung. Seingat saya, pertama kali saya menyaksikan pertandingan adalah di hotel. Waktu itu Ronaldo cs sedang pamer aksi dan melibas Turkey di semi final. Saya hanya bertanya kepada pelayan hotel mengenai skor pertandingan. Saya sendiri tidak begitu tertarik untuk menyaksikan lebih lanjut sebab memang sepak bola kala itu belum menjadi bagian dari hati saya.

Beberapa hari kemudian saya pindah dari hotel menuju rumah sepupu. Malamnya, pertandingan final turnamen terpanas tersebut disiarkan di televisi. Tanggal 30 Juni 2002 kalau tidak salah. Saya sedang asyik bermain di kamar kakak saya, tak lama saya mendengar ada sorak-sorai di lantai bawah. Tanpa memperdulikan mainan tersebut, saya langsung bergegas menuju lantai bawah untuk melihat apa yang terjadi. Ketika itu saya melihat ada orang-orang berlarian di layar TV. Ketika itu Brazil adalah juara dunia. Saya bertanya mengenai pertandingan tersebut dan dijelaskan bahwa Brazil membawa pulang trofi emas itu. Kemudian saya hanya terdiam dan menuju ruang makan. Tapi terlintas dalam pikiran saya bahwa kemenangan tentu ada yang menyebabkan. Saya lalu bertanya mengenai pemain yang berpengaruh sehingga Brazil berhasil memenangi turnamen. Ronaldo ya Ronaldo. Pemain bernomor punggung 9 ini mencetak 2 gol yang menghancurkan Oliver Kahn yang ketika itu dinobatkan sebagai kiper terbaik.

Saya hanya termenung dan kembali menikmati malam. Tiba-tiba jantung saya berdetak agak keras. Terbayang sosok seorang Ronaldo dengan 2 golnya yang membawa Brazil menuju kasta tertinggi. Mulai saat itulah saya jatuh hati dengan olah raga ini. Ronaldo Ronaldo Ronaldo! Saya tak pernah berhenti meneriakan namanya ketika ditanya siapa jagoanmu. Sekitar 3-4 tahun kemudian, saya mulai mengenal yang namanya internet. Mulailah saya mencari pemain bergigi tonggos itu lewat dunia maya. Saya membaca kisahnya satu per satu ber jam-jam. Hingga akhirnya saya mengetahui seluruh perjalanan hidupnya dan semakin mengukuhkan saya sebagai pendukung setia sang fenomena. Hal yang membuat saya terperanjat adalah 8 golnya selama turnamen. Jumlah gol yang sangat banyak tentunya. Bahkan rata-rata golnya lebih dari 1 per partai.

Sekali pun namanya tidak seagung dulu, tapi Ronaldo masih tetap memberi warna tersendiri dalam dunia sepak bola saya hingga detik ini. Melihat rekaman liukan sang pahlawan lewat Youtube membuat saya tak bisa tidur karena terus memikirkan bagaimana dapat mempelajari gerakan-gerakan yang dapat mengecoh lawan dan melahirkan gol itu. Tapi sayang, impian terbesar saya untuk menjadi seorang Ronaldo baru musnah begitu saja ketika saya melanjutkan studi ke tingkat SMA. Sebelumnya saya sendiri sudah buka perang dengan keluarga saya karena ngotot untuk putus sekolah, sebab saya ingin bisa menggiring si kulit bundar di lapangan hijau. Impian saya bukanlah melanjutkan studi setinggi mungkin, melainkan bermain di San Siro dan mengenakan kostum nomor 99 bekas Ronaldo.

Waktu terus berjalan. Saya pun memutuskan masa depan saya dan mulai meninggalkan keinginan untuk menjadi pemain karena tak ada yang mendukung dari pihak internal. Ronaldo Luiz Nazario de Lima… Saya hanya bisa berharap suatu ketika Ronaldo dapat menjadi seperti ketika ia masih muda. Saya hanya dapat mengenang masa muda Ronaldo yang begitu jaya melalui video-videonya di Yotube. Sekali pun itu adalah suatu hal yang mendekati mustahil mengingat usianya yang sudah menginjak kepala 3, tapi saya tetap mengharapkan adanya goyang samba dari Ronaldo yang membawa Brazil menjadi juara. Masa lalu Ronaldo yang begitu gemilang telah menorehkan tinta emas dalam sejarah sepak bola. Tak banyak pemain yang mampu bangkit setelah dibebat cedera yang begitu dasyat. Sangat jarang pula ada pemain yang mampu melakukan comeback sehebat Ronaldo. Mendekam begitu lama di bangku pemain dan hanya dapat menyaksikan rekan-rekannya bertanding tanpa melakukan apa pun tentu adalah musibah bagi setiap pemain terlebih pemain dengan nama besar sekaliber Ronaldo.

Bahkan masuknya Ronaldo ke dalam skuad Brazil di Piala Dunia 2002 pun mengundang tanda tanya. Seorang muda yang baru saja sembuh dan pulih, akankah mampu menolong Brazil, terlebih ia adalah ujung tombak. Bagaimana jika ia mandul di depan gawang lawan? Banyak  penggila bola tentu masih trauma dengan permainan minor Ronaldo di final 1998 akibat penyakit misterius juga tak pernah hilang dari ingatan para pecinta sepak bola, bahkan hingga detik ini kejadian tersebut masih mengundang rasa penasaran dari setiap pecinta sepakbola. Semuanya hanya Ronaldo yang tahu. Ya, tahun 1998 adalah masa emas Ronaldo di mana setahun sebelumnya ia dinobatkan sebagai pemain terbaik 1997 dan pada tahun 1996 ia menjadi pemain termuda yang meraih gelar FIFA MVP player of the year 1996. Menjadi pemain terbaik 2 tahun berturut-turut tentu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan kualitasnya. Maka tak ayal jika publik berharap Ronaldo dapat mengulangi prestasi serupa di pada tahun 1998 dan prestasi gemilangnya dapat menular ke timnas Brazil.

Tapi sayang, beban yang terlalu berat tentu tak akan sanggup diangkat oleh pemain yang masih terlalu muda sekaliber Ronaldo sekali pun, terlebih ia adalah pemain paling menonjol dalam skuad karena memegang title sebagai pemain terbaik. Ronaldo hancur, Brazil pun hancur. Serangan Brazil mendadak melempem dan tak mampu menggetarkan jaring gawang Barthez. Justru Zidane dengan 2 golnya membuat namanya berada di urutan teratas sebagai pemain terbaik 1998. Pamor Ronaldo pun mulai kalah. Hal tersebut ditambah dengan cedera lutut yang mengganggu perjalanan karir sang fenomena. Bahkan tak sedikit yang mengatakan bahwa karir Ronaldo sudah berhenti ketika itu.

Bayangkan, seorang juara muda harus hancur oleh cedera yang paling ditakuti oleh kebanyakan pemain bola. Datang ke Korea-Jepang pada 2002 dengan mengantongi lusinan keraguan dan ketakutan karena dikhawatirkan akan mengulangi kegagalan yang sama seperti tahun 1998 ditambah ia baru pulih dari cedera. Tapi selama Piala Dunia 2002 Ronaldo telah membungkam banyak komentar miring mengenai kehancuran karirnya. Ronaldo seolah membuka lembaran baru dalam karirnya setelah menorehkan prestasi gemilang bersama tim Samba ditambah dengan gelar topskor dengan 8 gol. Di penghujung tahun 2002 berbagai gelar berdatangan dan puncaknya tentu gelar FIFA MVP player 2002 kembali melekat pada dirinya, sebab sudah 5 tahun ia tidak mendapatkan gelar yang diidamkan banyak pemain itu.

Sekarang kita sudah berada di 2010. Masa lalu yang indah hanya menjadi semacam cerita dongeng yang membawa kita menuju mimpi di malam hari. Ronaldo kini tidak menjadi bagian dari skuad Brazil seperti 4 tahun lalu. Kostum nomor 9 yang ditinggalkannya seolah masih mencari pemilik baru yang sepadan dengan pengguna sebelumnya. Permainan menawan Ronaldo seolah telah banyak membuat para pemain lain dengan kostum nomor 9 tidak berani mengagung-agungkan dirinya sebab mereka tahu ada seorang legenda hidup dengan nomor 9 lain yang begitu hebat. Ronaldo Luiz Nazario de Lima…. Adakah pemain bernomor 9 yang mampu menorehkan kebesaran sebesar Ronaldo dengan permainan menawannya? Ah bagi saya belum ada sampai saat ini pemain bernomor 9 yang dapat menggantikan Ronaldo yang dengan permainan menawannya mampu membuat saya menjadi salah satu dari jutaan penggila bola di dunia.



KETIKA SEMUT MEMILIKI KEKUATAN SEBESAR GAJAH
June 19, 2010, 12:37 am
Filed under: kecil > besar

Demam piala dunia memang sangat  terasa. Seluruh pecinta si kulit bundar tak mau membiarkan matanya melewatkan aksi para idolanya berjibaku memperebutkan si bola kecil itu. Tarian kaki para pemain di atas lapangan menunjukkan betapa lincahnya mereka mengolah si kulit bundar yang berteknologi canggih itu. Siapakah tim favorit anda? Seberapa jauh tim favorit anda akan melangkah di Piala Dunia yang unik ini? Sebelum membuat berbagai prediksi, mari kita memerhatikan hal-hal unik yang mungkin mendebarkan jantung para penggila bola.

Rata-rata, tim yang memiliki latar belakang atau sejarah sepak bola yang besar sudah pasti memiliki pendukung lebih banyak ketimbang yang tidak memiliki torehan apik di dunia persepakbolaan internasional. Sebut saja Brazil, Italia, Argentina, dan beberapa tim lain yang mendominasi Piala Dunia edisi-edisi sebelumnya. Kita ambil contoh Brazil. Penonton mana yang tidak terpukau menyaksikan goyang samba pemain-pemain terbaik dunia? Penonton mana yang tidak angkat topi melihat gol-gol spektakuler yang lahir berkat kemahiran yang luar biasa dalam mengolah si kulit bundar? Brazil telah merebut banyak hati para penggila bola. Terlebih mereka memiliki sejarah yang apik hampir di setiap perhelatan Piala Dunia. Tak berhenti di sana, hampir setiap megabintang klub-klub raksasa di setiap benua berasal dari negeri Samba. Pemain-pemain itu sendirilah yang mendongkrak prestasi klub di tempat mereka mencari nafkah.

Selama ini kita memegang prinsip bahwa yang besar yang menang, yang kuat yang menang. Brazil dengan segala kebesarannya pasti mampu mengatasi tim-tim gurem yang tidak memiliki nama besar. Masih ingat Piala Dunia 2006? Ketika itu Brazil masih diperkuat dengan kuartet emasnya, yakni Ronaldo, Ronaldinho, Kaka, dan Adriano. Keempat pemain ini sudah tentu memiliki spesialisasi masing-masing yang diharapkan mampu mempertahankan gelar juara yang diperoleh empat tahun sebelumnya. Tapi apa boleh buat? Keempatnya tampil tidak maksimal. Bahkan Ronaldinho yang diagadang-gadang akan menjadi dewa kemenangan Brazil justru sama sekali tidak mampu menunjukkan taringnya. Padahal empat tahun lalu, seluruh lawan-lawan mereka tidak memiliki sejarah sepak bola sebesar mereka. Yang paling mentereng mungkin hanya tim Ayam Jantan.

Hal di atas hanya menggambarkan sebagian kecil dari kisah-kisah unik di kompetisi yang diadakan setiap empat tahun. Bagaimana dengan Piala Dunia 8 tahun yang lalu? Masih ingat, ketika Italia yang datang ke tanah matahari terbit dan negeri ginseng, akhirnya harus tersungkur di hadapan Korea Selatan. Italia tentu datang dengan membawa status sebagai favorit, terlebih mereka terkenal dengan benteng pertahanannya yang sangat sukar ditembus. Paolo Maldini, Fabio Cannavaro dan beberapa pemain lain menjadi saksi betapa tebalnya dinding pertahanan mereka. Tapi akhirnya mereka yang dibuat menangis oleh Korea Selatan yang tidak memiliki pamor sebesar Italia.

Yang lalu biarkanlah berlalu bersama angin lalu, semuanya sudah terlanjur dan tidak ada yang dapat mengembalikan waktu. Sekarang kita berada di pertengahan tahun 2010. Sudah saatnya kita belajar dari sejarah. Masih berani menjagokan tim-tim papan atas? Seperti biasa, tim-tim papan bawah jarang dijagokan oleh banyak bandar taruhan. Piala Dunia 2010, memang baru memasuki fase grup, belum sampai ke sistem gugur, tetapi sudah banyak terjadi keanehan yang memang sudah biasa terjadi, namun kekuatannya tetap mampu mendebarkan jantung para penggila bola. Sudah berapa banyak tim-tim besar dijungkalkan oleh negara yang tidak memiliki sejarah sepak bola yang besar? Para fans mulai panik, bahkan ada yang sudah menghina para pemain dan melontarkan kekesalannya.

Mungkin kita bisa nyengir ketika tahu bahwa tim favorit kita berada satu grup dengan tim-tim gurem. Kita memiliki optimisme yang tinggi bahwa tim favorit kita yang menyandang nama besar pasti akan tembus ke final dan menggondol trofi Piala Dunia yang kurang lebih 18 karat itu. Tapi siapa sangka? Setelah 90 menit usai, kita justru yang harus beranjak dari kursi untuk mengambil tisu dan membersihkan air mata. Kejatuhan tim-tim besar memang hal yang biasa. Tapi paling tidak, ini dapat menjadi suatu peringatan bagi kita.

Kadangkala, dalam hidup ini kita memandang sebelah mata mereka yang berada di bawah kita. Tapi kita tidak pernah tahu, seberapa besar kekuatan yang tersimpan dalam diri mereka yang siap meledak sewaktu-waktu. Piala Dunia bukan hanya untuk dinikmati, tetapi dapat menjadi sarana bagi kita untuk merefleksikan kehidupan kita. Dalam sosiologi, ada pembedaan kelas masyarakat oleh Pitirim Sorokin. Ada lapisan yang tinggi dan ada yang lebih rendah. Kita mungkin merasa bahwa kita adalah golongan yang di atas dan mereka yang di bawah adalah kumpulan orang-orang lemah. Tunggu dulu, kita tak pernah tahu seberapa kuatnya kekuatan yang tersimpan dalam diri mereka. Mereka adalah manusia, sama dengan kita. Pernahkan terlintas dalam benak kita bahwa suatu saat mereka yang ada di bawah justru yang akan membuat kita gulung tikar akibat kalah dalam persaingan? Kita tidak pernah mengerti apa yang akan terjadi di masa depan.

Sudah saatnya kita berhenti meremehkan mereka yang secara kasat mata berada di bawah kita. Ketika seorang guru meremehkan muridnya, mungkin ia tidak tahu bahwa murid tersebut memiliki potensi dua kali lebih besar dari guru yang meremehkannya. Ketika kita meremehkan anak daerah di tempat terpencil, kita tak sadar bahwa mereka memiliki kemampuan jauh di atas kita dan kemampuannya tersebut telah mengantarkan mereka ke atas podium untuk menerima medali sebagai tanda kebesaran mereka dalam ajang olimpiade. Mulai dari sekarang belajar untuk menghargai setiap orang, sebab kita pun memiliki kelemahan. Justru bisa saja kelemahan kita justru adalah kelebihan orang yang  kita pandang seperti semut kecil yang tidak berdaya. Kita tidak tahu bahwa semut itu memiliki kekuatan sebesar gajah, bahkan lebih besar dari kita yang hanya memiliki kekuatan sekuat badak lemah. Hidup untuk saling melengkapi dan bukan saling menjatuhkan. Selamat menikmati liburan dan memanjakan mata dengan pertandingan-pertandingan berikutnya.



HIBURAN BAGI KAUM TERBUANG
June 18, 2010, 2:35 pm
Filed under: kehidupan sosial

Tulisan ini bukan saya tulis tanpa maksud yang jelas. Tulisan ini saya tujukan bagi mereka yang memang sedang mengalami suatu pergumulan dasyat dalam hidupnya termasuk bagi mereka yang terbuang. Dalam hidup ini kita tidak dapat selamanya merasakan kesenangan, ada kalanya kita harus meneteskan air mata karena ada hal buruk terjadi di luar dugaan atau terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan. Sering dari kita merasa bahwa banyak ketidakadilan terjadi dalam hidup ini. Ya, memang sangat banyak. Manusia-manusia egois telah merenggut apa yang mungkin seharusnya menjadi milik kita. Kita yang tak berdaya tentu hanya bisa duduk termenung menyaksikan kemenangan orang-orang yang tidak beradab.

Tapi di balik semua itu, apakah kalian tidak sadar bahwa kalianlah yang menang wahai saudaraku kaum terbuang? Secara kasat mata memang mereka tengah berpesta karena keberhasilan mereka. Kita rakyat kecil dapat melihat bagaimana para koruptor tak beradab itu berpesta menggunakan uang haram, tetapi bukankah kita sekarang telah melihat kemenangan kita atas mereka? Mungkin sebagian pembaca tidak mengerti hal ini. Kita yang terbuang kok malah yang menang? Coba kita belajar melihat segala sesuatu dengan detil. Kita terlantar dengan sangat terhormat. Kita tidak menggunakan kecurangan untuk meraup kekayaan. Tapi para koruptor yang begitu lemah seperti virus ketika ada di luar tubuh memakai cara paksa untuk masuk ke dalam tubuh kalian sehingga dapat unjuk gigi.

Mereka sukses memakai “cara yang berlevel bayi.” Mereka lemah bukan.. Tanpa uang hasil korupsi mungkin mereka sekarang bisa merana karena dompet begitu kurus kekurangan isi. Dompet mereka yang gemuk tidak menunjukkan mereka yang hebat dalam bekerja, tapi menjadi simbol betapa lemahnya mereka sehingga harus menggunakan cara yang tidak seharusnya untuk membuat dompet mereka obesitas. Kehebatan mereka tidak memiliki eksistensi. Kelemahan mereka yang memiliki eksistensi. Mereka lemah hingga akhir. Karena mereka lemah, maka mereka menggunakan cara bodoh untuk terlihat kuat.

Wahai saudara-saudaraku yang terbuang. Lebih baik kita bersih tapi terbuang daripada sukses tapi kotor. Di mana-mana yang bersih pasti dibuang karena yang bersih itu kuat dan yang bersih memiliki kelebihan sehingga yang bersih dapat bertahan di tempat yang tidak enak. Tapi yang kotor tidak memiliki kelebihan dan daya tahan jadi berada di tempat yang menyenangkan. Apa jadinya jika yang tidak memiliki kekuatan dan kelebihan diletakkan di tempat yang suram? Pasti mereka tak akan dapat bertahan. Justru karena kita yang bersih memiliki kelebihan, maka kita berada di tempat yang kurang menyenangkan sebab yang memiliki etos kerja baik pasti lebih mampu bertahan di tempat sulit, ketimbang mereka yang tidak memiliki etika dalam bekerja.

Akhir kata, saya hanya ingin menyampaikan beberapa pesan. Hiburan di dunia adalah hiburan yang tidak kekal. Apakah para koruptor yang kemudian masuk ke liang kubur akan ditemani oleh harta duniawinya? Apakah tumpukan uang yang memenuhi gudang akan menyelimuti mayat mereka di dalam kubur? Apakah orang yang kaya akan mendapatkan sesuatu lebih ketimbang mereka yang miskin ketika sudah berhadapan dengan hakim paling agung, yakni Sang Juruselamat? Harta tidak akan meluruskan kita jalan ke tempat yang penuh dengan kedamaian abadi, terlebih harta tersebut didapat dengan “cara bayi.”



EMAS BERHARGA PERAK
June 15, 2010, 10:42 am
Filed under: kehidupan sosial

Kita semua tentu ingin memiliki emas 24 karat. Jika sudah memilikinya lantas apa yang akan kita lakukan dengan emas tersebut? Jika suatu ketika ada seseorang yang menawar untuk menukarkan emas yang anda miliki dengan perak, bagaimana respon anda? Mungkin ada yang merasa sangat terhina sebab tak selayaknya emas disandingkan dengan perak yang berada di bawahnya.

Hal di atas adalah suatu perumpamaan kecil. Sekarang mari kita menilik kepada kehidupan sosial kita. Kita mungkin berada dalam kondisi yang serba wah, serba nyaman, dan tak ada kekurangan yang dapat membuat kita menumpahkan air mata. Dengan demikian kita pasti memiliki status yang tinggi, setidaknya status sosial kita lebih tinggi dari mereka yang berada di bawah kita. Lalu apakah kita mau menjadi seperti mereka yang berada di bawah kita?

Saya rasa sangat jarang ada seorang jutawan yang ingin disamakan dengan pembantu di rumahnya. Pasti merupakan sebuah hinaan besar. Ketika kita mendapatkan angka 90 pada suatu ujian, kemudian ada seorang teman yang mendapatkan nilai 40. Maukah anda disamakan dengan yang mendapatkan 40? Apakah anda ingin kemampuan anda hanya diakui setara dengan mereka yang ada di bawah anda? Anda pasti menyadari bahwa anda berada di level 90, bukan 40. Setiap orang yang melihat langsung hasil ujian tersebut pasti akan memiliki apriori bahwa anda ada di golongan orang yang memiliki kemampuan mumpuni.

Maukah pembaca merendahkan diri? Kita sudah tentu ingin dianggap hebat. Banyak orang sudah pasti ingin berada di kasta teratas dan tak rela posisinya direnggut oleh orang lain. Inilah fakta hidup. Tak pelak, begitu banyak persaingan di sana sini, hanya karena ingin mempertahankan posisi yang sudah sangat mapan. Saya yakin, sangat jarang ada orang yang ingin dilangkahi orang lain. Semuanya ingin berada di atas, sangat jarang ada orang yang ingin menjadi rendah. Semuanya ingin menjadi tinggi bukan? Bahkan untuk berada di posisi teratas, seringkali kita menggunakan berbagai cara haram yang menunjukkan betapa tidak beradabnya kita hanya supaya kita tidak berada di level bawah.

Dalam sosiologi ada pembedaan kelas dalam masyarakat. Pitirim Sorokin mengatakan bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Ada lapisan yang tinggi dan ada yang di bawahnya. Setiap lapisan disebut dengan  strata sosial. Dasar pembentukan pelapisan sosial misalnya adalah dari segi ukuran kekayaan dan wewenang. Yang kekayaannya banyak maka masuk ke golongan kelas kakap. Tapi, ada satu pertanyaan yang ingin saya lontarkan. “Maukah mereka yang berada di kasta atas merendahkan dirinya untuk menjadi sama seperti yang ada di bawah?” Jangankan mau merendah, mungkin mereka sama sekali tidak mengenal kelompok bawah. Adakah orang yang ingin menukar kemapanannya dengan kehidupan yang sulit? Adakah orang yang ingin menukarkan jam tangannya yang berlapis emas dengan uang 10 ribu? Adakah orang yang ingin menukar kendaraan mewahnya dengan gerobak sampah? Jikalau ada, saya yakin jumlahnya tidak akan sebanyak yang tidak mau.

Nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus. Ini adalah judul di atas Filipi 2. Mungkin banyak orang tahu akan hal ini. Tapi knowing tanpa doing apa artinya? Banyak orang otaknya gendut-gendut di zaman ini. Isinya menunjukkan betapa banyaknya pengetahuan yang mereka miliki, tetapi yang nampak dalam keseharian mereka justru menunjukkan seolah-olah isi otak mereka kosong.

Setiap orang sudah tentu ingin dipandang lebih, ingin hidup nyaman, dan ingin berada di kasta atas. Setiap orang ingin kelebihannya atau apa yang ia miliki dipuji orang sebab dengan demikian statusnya tentu dipandang lebih. Hanya segelintir orang yang ingin merendahkan diri, sisanya sudah tentu ingin diri ini diakui sebagai orang hebat. Tapi untuk apa kita mencari kesenangan yang sementara? Untuk apa kita mencari harta yang tidak kekal? Untuk apa harta, kemewahan, dan segala kelebihan yang kita miliki hanya supaya kita mendapat pujian yang sia-sia?

Filipi 2:3, “dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.” Hampir setiap orang mementingkan dirinya sendiri dan mencari pujian yang sia-sia. Untuk apa kita dipuji tetapi jika itu hanya untuk menyenangkan hati kita. Pertanyaan pertama katekismus singat Westminster adalah mengenai apa tujuan manusia. Tujuan utama manusia adalah untuk memuliakan Allah (1 Kor 10:31 ; Why 4:11) dan menikmati Dia selamanya (Mzm 73:25-26). Tapi orang-orang zaman sekarang hidup untuk mencari kepuasan diri dan agar dirinya dipermuliakan di bumi.

Banyak orang mengaku bahwa dirinya adalah orang Kristen yang sudah ditebus oleh Sang Penebus yang hidup, namun setelah mengatakan demikian ia malah semakin terlihat sebagai orang yang tidak mengenal Tuhan. Tak usah mengaku Kristen jikalau pembaca tidak memuliakan Tuhan. Tidak usah menyatakan diri sebagai jemaat yang suka beribadah setiap minggu, baca Alkitab setiap hari, berdoa setiap saat dan sebagainya jika di balik apa yang pembaca katakan ada motivasi supaya diri ini terlihat luar biasa, hebat, sangat baik, dan sebagainya. Hal itu tak ada bedanya dengan orang-orang yang menggunakan kekayaan atau kemewahannya untuk mengundang pujian dari orang lain.

Memakai status sebagai orang kaya untuk mendapat pujian itu sudah biasa, tetapi sekarang sangat banyak orang yang memperalat agamanya untuk membuat dirinya terlihat hebat atau baik di antara miliaran manusia di muka bumi. Sudah sangat banyak orang yang hanya ingin mencari pujian yang sia-sia. Sudah terlalu banyak orang munafik menghirup udara di bumi ini, apakah pembaca masih mau menambahi lagi atau justru pembaca adalah salah satu dari sekian banyak orang yang sesungguhnya hanyalah sampah tak berguna yang ingin memiliki harga 1 keping emas? Untuk apa kita meninggikan diri? Semua tiada guna. Hal ini hanya berlaku di bumi, tapi dalam penghakiman Tuhan, apakah status kita di dunia sebagai orang kaya yang terpandang akan meluruskan jalan kita ke Surga?

Filipi 2: 6-8 “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Sebagai anak-anak yang dikasihi oleh Tuhan, kita perlu belajar untuk merendahkan diri sama seperti Kristus yang turun menjadi manusia. Tempat raja adalah di Surga, bukan di dunia. Yesus turun ke dalam dunia untuk menyelamatkan kita semua. Ia menjalankan kehendak Bapa dengan sangat taat. Ia tetap taat hingga di atas kayu salib. Bagaimana dengan kita yang katanya beriman? Sudah seberapa jauh kita menaati kehendak Tuhan?

Hendaklah kita yang telah banyak mendengar kebenaran dapat menunjukkan bahwa kita adalah orang Kristen sejati yang mau merendahkan diri, sebab biarlah kita menjadi semakin rendah dan Allah saja yang tinggi. Untuk apa kita meninggikan diri. Setinggi apa pun kita, jikalau Allah tidak menyukainya, lantas mau jadi apa? Lukas 14:11 “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Hendaklah kita yang dalam rupa emas, merendahkan diri menjadi perak, sebab tak ada gunanya meninggikan diri, terlebih jikalau hal itu membuat nama Tuhan semakin tidak dipermuliakan. Kemuliaan hanya bagi Tuhan.